Tak Satupun Bisa Lolos dari Catatan Malaikat Tim Redaksi, 21/06/202521/06/2025 Pesan Dakwah Prof Veni Hadju SETIAP kata yang terucap, setiap gerakan yang dilakukan, bahkan bisikan hati yang tak terdengar oleh manusia—semuanya dicatat. Tidak ada yang luput. Tidak ada yang terselip. Di kanan dan kiri kita ada dua malaikat yang tidak pernah lengah. Mereka tidak tidur. Tidak alpa. Setia menjalankan tugas langit untuk mencatat seluruh amal perbuatan kita—kebaikan maupun keburukan. Sayangnya, banyak di antara kita yang lalai. Mengucapkan kata-kata tajam, menyakiti perasaan orang lain, melontarkan prasangka, atau mencibir dengan sinis—semua dianggap biasa. Kita berdalih dengan emosi, pembelaan diri, atau candaan. Tapi CATATAN MALAIKAT tidak mengenal kompromi. Mereka tidak menulis dengan rasa simpati, mereka mencatat dengan kebenaran. Di Hari Pembalasan nanti, lembar-lembar catatan itu akan dibuka. Amal yang dulu dianggap kecil, jika dilakukan dengan ikhlas, bisa menjadi penolong yang luar biasa. Sebaliknya, dosa yang dianggap remeh—seperti menggunjing, menunda kewajiban, atau meremehkan sesama—bisa memberatkan timbangan. Saat itu, tidak ada tempat untuk berdalih. Catatan itu akan menjadi saksi, tangan dan kaki ikut berbicara. Allah telah mengingatkan dalam firman-Nya: وَإِنَّ عَلَيۡكُمۡ لَحَٰفِظِينَ (١٠) كِرَامًا كَٰتِبِينَ (١١) “Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu).” (QS. Al-Infithar 82: 10–11) Apakah kita siap membuka catatan itu? Apakah halaman-halaman amal kita bersih dari cela? Atau justru dipenuhi coretan hitam yang tak pernah kita sadari karena dianggap sepele? Keyakinan akan adanya CATATAN MALAIKAT semestinya membuat kita berhati-hati. Setiap hari adalah peluang untuk memperbaiki catatan. Setiap ucapan bisa jadi sedekah atau dosa. Setiap keputusan bisa menjadikan kita mulia atau celaka. Orang beriman akan mengevaluasi dirinya terus-menerus. Mereka berusaha memperbanyak amal saleh, menahan lidah dari keburukan, menyaring pikiran dari kesombongan dan dengki. Sebab mereka tahu, yang tertulis akan menjadi bukti, dan yang dibukukan akan menjadi penentu. Sementara itu, mereka yang lalai—yang sibuk mengejar dunia dan abai terhadap hisab—akan menyesal. Mereka akan berteriak meminta kesempatan kedua, walau sesaat, untuk kembali ke dunia dan menulis ulang catatannya dengan tinta amal saleh. Tapi semuanya sudah terlambat. (*)