Istirahat Panjang Tim Redaksi, 30/05/202530/05/2025 Pesan Dakwah 3 Dzulhijjah 1446H, oleh Prof. Veni Hadju Kapan kita sebenarnya perlu beristirahat? Jawaban yang muncul bisa beragam. Ada yang mengatakan saat tubuh lelah setelah bekerja seharian. Ada pula yang memilih malam hari sebagai waktu istirahat alami. Sebagian lainnya menanti momen liburan panjang untuk bisa benar-benar “beristirahat” jauh dari rutinitas harian. Namun tak jarang, kita juga mendengar ungkapan: “Istirahat itu nanti, saat kita sudah masuk liang lahat.” Pandangan terakhir ini mungkin terdengar ekstrem, namun mengandung filosofi mendalam tentang makna kerja keras dan tujuan hidup. Istirahat dalam bentuk tidur siang atau malam sesungguhnya hanyalah jeda untuk mengumpulkan energi agar dapat kembali bekerja. Bukan akhir dari segalanya. Para pendahulu kita, terutama para ulama dan pejuang bangsa, telah mencontohkan bagaimana hidup dijalani dengan dedikasi dan kerja keras. Dikisahkan, banyak ulama menulis ratusan buku sepanjang hidupnya—tanpa mengenal kata lelah. Karya mereka masih menjadi rujukan hingga hari ini. Para pahlawan bangsa juga berjuang siang malam demi kemerdekaan. Mereka tidak menyisakan ruang besar untuk “menikmati hidup” seperti yang dipahami banyak orang zaman sekarang. Kini, sebagian besar dari kita justru menjadikan “kenyamanan” dan “kesenangan” sebagai cita-cita tertinggi. Jalan-jalan keliling dunia, hidup tanpa beban, menikmati semua fasilitas duniawi—seringkali menjadi simbol keberhasilan hidup. Seakan hidup memang diciptakan untuk bersenang-senang saja. Padahal, fitrah manusia tetap membutuhkan istirahat, namun setelah bekerja keras. Bahkan setelah istirahat, manusia dipanggil lagi untuk berpindah dari satu tugas ke tugas lain. Begitulah siklusnya. Dan pada akhirnya, semua akan berhenti pada satu titik: ajal. Kehidupan dunia bukan tujuan akhir. Kita hanya mampir sebentar di sini. Tujuan sejatinya adalah kehidupan abadi di akhirat kelak. Tempat yang jauh lebih indah dan membahagiakan bagi mereka yang telah bersusah payah menyiapkan bekalnya. Allah SWT telah mengingatkan dalam firman-Nya: “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali ‘Imran: 185) Mari kita renungkan. Dunia ini hanyalah persinggahan, tempat kita bekerja keras, membangun amal, menanam kebaikan. Karena di sanalah, di akhirat kelak, kita akan menikmati istirahat panjang yang sesungguhnya. (*)