Menjadi Doktor: Jalan Ilmu, Iman, dan Kerendahan Hati Tim Redaksi, 28/08/2025 Pesan Dakwah Prof Veni Hadju SALAH SATU mahasiswa saya ujian promosi DOKTOR kemarin. Ini adalah ujian terakhir bagi mahasiswa jenjang S3 dalam proses pendidikannya. Acara seperti ini biasanya diliputi oleh kebahagiaan dan juga rasa haru. Tidak jarang ada mahasiswa menangis tersedu-sedu di akhir ujiannya. Menjalani kuliah di level doktoral memang penuh perjuangan. Apalagi dengan aturan terbaru yang harus mempunyai publikasi internasional terstandar (Scopus) dua buah. Umumnya mereka menghadapi berbagai tantangan dan jalan yang berliku. Mereka harus melaluinya dengan sungguh-sungguh. Tidak terasa air mata mengalir saat mendengar perjuangan yang dilalui para mahasiswa DOKTOR ini. Banyak yang rela meninggalkan keluarganya di daerah tempat asalnya. Apalagi bila itu seorang ibu. Meninggalkan suami dan anak-anak yang masih kecil yang dicintainya. Dengan beban tugas mata kuliah dan penyelesaian disertasi yang memerlukan ketekunan yang tinggi, kadang ada masalah yang timbul. Namun, di saat Ujian Promosi, kegembiraan itu terlihat dengan hadirnya keluarga besar, teman-teman seperjuangan, serta pasangan dan anak-anak tercinta. Menuntut ilmu adalah perintah Allah kepada setiap hamba-Nya. Bahkan ada jaminan bagi para penuntut ilmu dan dia beriman, maka akan dinaikkan derajatnya. Menuntut ilmu sampai ke tingkat DOKTOR seringkali membuka hati dan wawasan berpikir yang menambah kekuatan iman. Merenungi ciptaan Allah yang amat sempurna dan ilmu serta kekuasaan-Nya yang tidak terbatas mengantar kepada ketundukan hati dan ketataatan pada perintah-Nya. Ilmu manusia hanya setetes dari lautan yang luas, sehingga tidak boleh ada yang merasa pintar dan memandang remeh orang lain. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٌ “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, ‘Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11) ________________ Setiap gelar akademik adalah puncak dari perjalanan panjang yang penuh kerja keras, pengorbanan, dan doa. Namun, gelar doktor sesungguhnya bukanlah sekadar simbol kebanggaan atau tanda pencapaian tertinggi dalam dunia pendidikan. Ia adalah amanah yang sarat dengan tanggung jawab moral dan spiritual. Di balik toga dan ijazah, terdapat air mata perjuangan yang jarang terlihat. Air mata seorang mahasiswa yang rela begadang demi merampungkan disertasinya, air mata seorang keluarga yang setia mendukung di tengah keterbatasan, hingga air mata syukur ketika akhirnya Allah mengizinkan seseorang mencapai derajat akademik yang tinggi. Namun, dalam perspektif keimanan, gelar doktor hanyalah setetes ilmu di tengah lautan pengetahuan Allah yang tak terbatas. Seberapa tinggi pun capaian akademik manusia, ia tetap tak sebanding dengan keluasan ilmu Sang Pencipta. Karena itu, semakin tinggi ilmu yang dimiliki, seharusnya semakin rendah hati seseorang di hadapan Tuhannya. Ilmu memang bisa mengangkat derajat manusia di dunia—memberikan kehormatan, kedudukan, bahkan pengaruh sosial. Tetapi lebih dari itu, ilmu yang disertai iman dan ketundukan akan mengangkat derajat seseorang di sisi Allah. Itulah makna sejati dari perjalanan panjang meraih gelar doktor: bukan hanya sekadar capaian akademik, melainkan tangga spiritual menuju keimanan yang lebih kokoh. Seorang doktor sejati bukanlah mereka yang merasa telah mencapai puncak, melainkan mereka yang sadar bahwa setiap pencapaian hanyalah awal dari tanggung jawab baru. Tanggung jawab untuk mengabdi, berbagi, dan menjaga amanah ilmu agar bermanfaat bagi umat manusia. Pada akhirnya, doktor bukan sekadar gelar. Ia adalah cermin kerendahan hati, simbol kesungguhan mencari kebenaran, dan jalan untuk semakin dekat kepada Allah. (*)